JEJAK-JEJAK ISLAM

Tulisan ini akan sedikit menguak tentang jejak-jejak agama Islam pada masa kerajaan Majapahit  yang akan diuraikan sesuai dengan pengetahuan serta pengamatan penulis.
Tersebutlah kompleks makam Tralaya yang terletak di wilayah  Dukuh Sidodadi, Sentonorejo, Trowulan, Kabupaten Mojokerto, yang pada hakekatnya adalah merupakan kompleks pemakaman Islam pada jaman Majapahit, dan berada di dalam wilayah kota raja Majapahit.


Kepurbakalaan yang ada di kompleks makam Troloyo adalah berupa makam Islam kuna yang berasal dari masa Majapahit. Adanya makam kuna ini merupakan bukti adanya komunitas muslim di wilayah ibukota Majapahit. Adanya komunitas muslim ini disebutkan pula oleh Ma-Huan dalam bukunya Ying Yai - Sing Lan, yang ditulis pada tahun 1416 M. Dalam buku The Malay Annals of Semarang and Cherbon yang diterjemahkan oleh HJE. de Graaf disebutkan bahwa utusan-utusan Cina dari Dinasti Ming pada abad XV yang berada di Majapahit kebanyakan muslim. Sebelum sampai di Majapahit, muslim Cina yang bermahzab Hanafi membentuk masyarakat muslim di Kukang (Palembang), barulah kemudian mereka bermukim di tempat lain termasuk wilayah kerajaan Majapahit. Pada masa pemerintahan Suhita (1429-1447 M), Haji Gen Eng Cu yang diberi gelar A Lu Ya (Arya) telah diangkat menjadi kepala pelabuhan di Tuban. Selain itu, duta besar Tiongkok bernama Haji Ma Jhong Fu ditempatkan di lingkungan kerajaan Majapahit. Dalam perkembangannya, terjadi perkawinan antara orang-orang Cina dengan orang-orang pribumi.





Adanya situs makam ini menarik perhatian para sarjana untuk meneliti, antara lain P.J. Veth, Verbeek, Knebel, Krom, dan L.C. Damais. Menurut L.C. Damais, Makam Troloyo meliputi kurun waktu antara 1368-1611 M. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, hanya diketahui nama seseorang yang dimakamkan di kompleks Makam Troloyo, yaitu Zainudin. Namun nisan dengan nama tersebut saat ini tidak lagi diketahui tempatnya, sedangkan nama-nama tokoh yang disebutkan di komplek makam ini (sekarang) adalah berasal dari kepercayaan masyarakat.


Di bagian belakang kompleks makam Tralaya masih terdapat kompleks makam Islam lainnya yang terkenal dengan sebutan Kubur Pitu dan secara berturut-turut berikut ini adalah nama-nama mereka yang dimakamkan di sana  :

  1. Makam yang dikenal dengan nama Pangeran Noto Suryo, nisan kakinya berangka tahun dalam huruf Jawa Kuno 1397 Saka (= 1457 M) ada tulisan arab dan lambang ‘surya Majapahit”.
  2. Makam yang dikenal dengan nama Patih Noto Kusumo, berangka tahun 1349 Saka (1427 M) bertuliskan Arab yang tidak lengkap dan lambang surya.
  3. Makam yang dikenal dengan sebutan Gajah Permodo angka tahunnya ada yang membaca 1377 Saka (1455 M).
  4. Makam yang dikenal dengan sebutan Naya Genggong, angka tahunnya sudah aus, pembacaan ada dua kemungkinan : tahun 1319 Saka atau tahun 1329 Saka serta terpahat tulisan Arab kutipan dari surah Ali Imran 182 (menurut Damais 1850).
  5. Makam yang dikenal sebagai Sabdo palon, berangka tahun 1302 Saka (1380 M) dengan pahatan tulisan Arab kutipan surah Ali Imran ayat 18.
  6. Makam yang dikenal dengan sebutan Emban Kinasih, batu nisan kakinya tidak berhias. Dahulu pada nisan kepala bagian luar menurut Damais berisi angka tahun 1298 Saka (1376 M).
  7. Makam yang dikenal dengan sebutan Polo Putro, nisannya polos tanpa hiasan. Menurut Damais pada nisan kepala dahulu terdapat angka tahun 1340 Saka (1418 M) pada bagian luar terdapat tulisan Arab yang diambil dari hadist Qudsi, demikian juga pada bagian dalamnya.
Sebagian dari nisan-nisan pada Kubur Pitu tersebut berbentuk Lengkung Kurawal yang tidak asing lagi bagi kesenian Hindu. Melihat kombinasi bentuk dan pahatan yang terdapat pada batu-batu nisan yang merupakan paduan antara unsur-unsur lama unsur-unsur pendatang (Islam) nampaknya adanya akultrasi kebudayaan antara Hindu dan Islam. Sedangkan apabila diperhatikan adanya kekurangcermatan dalam penulisan kalimah-kalimah thoyyibah dapat diduga bahwa para pemahat batu nisan nampaknya masih pemula dalam mengenal Islam.

Salah satu batu nisan yang terdapat di kompleks Kubur Pitu

Demikianlah dapat kita saksikan betapa toleransinya Majapahit terhadap agama Islam terbukti dari banyaknya makam Islam di desa Tralaya, dalam kota kerajaan, dengan angka tertua di batu nisan adalah tahun 1369 (saat Hayam Wuruk memerintah). Yang menarik, walau kuburan Islam tetapi bentuk batu nisannya seperti kurawal yang mengingatkan kala-makara, berangka tahun huruf Kawi, yang berarti bahwa di abad XIV Islam walau agama baru bagi Majapahit tetapi sebagai unsur kebudayaan telah diterima masyarakat. Diketahui pula bahwa para pendatang dari barat maupun orang-orang Tionghoa ternyata sebagian besar beragama Islam, yang terus berkembang dan mencapai puncaknya di abad XVI saat kerajaan Demak. 

Dikumpulkan dari beberapa sumber oleh : J.B. Tjondro Purnomo ,SH
Silahkan baca juga Komplek Makam Troloyo