Home » » EKSPEDISI MAJAPAHIT KE BALI (3)

EKSPEDISI MAJAPAHIT KE BALI (3)

Written By krisna on Minggu, 15 Mei 2011 | 00.43

Setelah menempuh perjalanan yang panjang akhirnya sampailah mereka di pesisir pantai Banyuwangi. Disana mereka mampir di rumah Raden Arya. Keesokan harinya patih Gajah Mada akan melanjutkan perjalanannya ke Majapahit dan minta ke pada Kebo Iwa untuk menunggunya di tempat ini karena ia akan meloporkan terlebih dahulu hasil perjalanannya ke Pulau Bali kepada Ratu Majapahit.

Tidak diceritakan dalam perjalanannya sampailah Patih Gajah Mada di Istana Majapahit dan langsung menghadap Ratu Tribhuwana Tunggadewi melaporkan hasil kunjungannya ke Pulau Bali menemui Raja Sri Gajah Waktera. Patih Gajah Mada juga melaporkan bahwa telah berhasil membawa Kebo Iwa kemari dan sekarang telah menunggu di banyuwangi di rumah Raden Arya serta berbagai upaya yang telah dilakukan untuk melenyapkan Kebo Iwa namun selalu menemui kegagalan. Setelah melalui perundingan yang cukup panjang akhirnya diputuskan bahwa upaya yang ditempuh adalah dengan menyediakan seorang gadis cantik untuk menggoda Kebo Iwa.

Ki Kebo Iwa adalah seorang yang sangat disegani karena kesaktian yang dimiliki dan sifat pemberani serta kejujuran hatinya sehingga sampai sampai Majapahit yang sangat termasyur akan kejayaannya di medan pertempuran mengalami kesulitan untuk menundukkan kerajaan Bali kalau patih Kebo Iwa masih ada.

Untuk mengungkap lebih jauh tentang keberadaan Kebo Iwa berikut kami uraikan mengenai asal usul beliau :

Di desa Bedahulu wilayah kabupaten Tabanan, Bali pada zaman dahulu, hiduplah sepasang suami istri yaitu Ki Demang yang terkenal dengan lurah Bekung ( Lurah-sakti dan bekung ). Lama beliau tidak berputra sedangkan Ki Demang ini sangat dihormati, disegani, oleh kawan dan lawan, beliaulah yang menciptakan Yeh ngenu, hasil dari membedah-hulu sungai, sehingga desanya disebut dengan desa Bedah-Hulu ( bukan bedahulu ) yang tadinya desanya adalah kering krontang, tandus dengan adanya Yeh Ngenu, maka desanya menjadi subur makmur, sampai terkenal kesuburannya didaerah Bali. Hanya sayang beliau tidak punya keturunan, akhirnya dengan menggunakan Mantramnya untuk Nyeraya Putra ( Nunas kesidian ngelungsur Putra ) dengan jalan Agni Gotra, beliau mohon kepada Sang Pencipta untuk diberikan keturunan. Namun karena niat yang terlalu besar untuk mempunyai keturunan sehinnga secara tidak sengaja istrinya menyampaikan permohonan yang berlebihan .

“Asalkan diberkati putra, berapapun kuat makan putranya itu akan diladeni”

Demikianlah konon sosot / sesangi tambahan yang nyeplos dari istri Ki Demang tersebut. Waktu pun berlalu sampai akhirnya sang istri mulai mengandung, betapa bahagianya mereka. Beberapa bulan kemudian, lahirlah seorang bayi laki-laki. Bayi tersebut hendak disusui oleh ibunya, namun jarinya terus menunjuk ke arah sebuah nasi kukus. Bahwa nantinya anak ini akan menjadi tokoh besar, sudah nampak tanda- tandanya sejak dini.

Bayi itu menangis merengek seolah meminta sesuatu. Sang Ibu kasihan mendengar rengekan sang bayi , Ibu kemudian mengambil nasi kukus tersebut dan mencoba untuk memberikannya pada bayi. Ibu bergumam dalam hatinya : Apakah anak ini ingin merasakan nasi kukusan ini? Umurnya belum cukup untuk makan nasi?”
Tak dinyana ternyata bayi tersebut memakan nasi kukus tersebut dengan lahapnya. Ibu bayi tersebut menampakkan keterkejutan yang sangat. Ketika baru lahir, anak tersebut sudah bisa untuk memakan nasi… Ibu:” Astaga, Kau telah berikan anak yang luar biasa, ya Hyang Widi… Ternyata yang lahir bukanlah bayi biasa. Ketika masih bayi pun ia sudah bisa makan makanan orang dewasa. Anak itu tumbuh menjadi orang dewasa yang tinggi besar. Karena itu ia dipanggil dengan nama Kebo Iwa, yang artinya paman kerbau.

Kebo Iwa makan dan makan terus sehingga lama kelamaan habislah harta orang tuanya untuk memenuhi selera makannya. Mereka pun tak lagi sanggup memberi makan anaknya. Dengan berat hati mereka meminta bantuan desa. Sejak itulah segala kebutuhan makan Kebo Iwa ditanggung desa. Penduduk desa kemudian membangun rumah yang sangat besar untuk Kebo Iwa. Mereka pun memasak makanan yang sangat banyak untuknya. Tapi lama-lama penduduk merasa tidak sanggup untuk menyediakan makanan. Kemudian mereka meminta Kebo Iwa untuk memasak sendiri. Mereka cuma menyediakan bahan mentahnya. Bahan-bahan pangan tersebut diolah oleh Kebo Iwa di Pantai Payan, yang bersebelahan dengan Pantai Soka.


Bersambung ................ kebagian keempat 

0 komentar:

Posting Komentar

Demi kemajuan blog ini, silahkan berkomentar yang bersifat membangun ...