Home » » PUNAKAWAN, BUDAYA ASLI MAJAPAHIT

PUNAKAWAN, BUDAYA ASLI MAJAPAHIT

Written By krisna on Senin, 09 Mei 2011 | 01.21

Ciri khusus kebudayaan Majapahit ialah adanya pembauran antara unsur-unsur Jawa asli dengan unsur-unsur India. Adanya unsur-unsur Jawa asli itu menyebabkan kebudayaan Majapahit  (Jawa Timur) bukan semata-mata tiruan kebudayaan India, meskipun harus diakui bahwa pengaruh kebudayaan India masih terasa sangat kuat. Pembauran ini terbukti memberi sekedar kesegaran dalam kehidupan kebudayaan dan menimbulkan aliran baru yang disebut dengan aliran Singasari-Majapahit, karena aliran baru tersebut memang berkembang pada jaman kerajaan Singasari-Majapahit.

Timbulnya kesadaran untuk memasukkan unsur-unsur Jawa asli dalam kebudayaan telah terasa sejak jaman kerajaan Kadiri dalam abad ke duabelas, seperti terbukti dari karya Ghatotkacasraya gubahan Mpu Panuluh. Dalam karya sastra ini untuk pertama kalinya ditampilkan unsur Punakawan yaitu hamba, abdi dalam karya sastra yang berdasarkan cerita dari epik Mahabarata. Dalam Mahabarata unsur punakawan ini tidak dikenal sama sekali, oleh karenanya unsur punakawan adalah merupakan unsur Jawa asli.
Punakawan mengabdi kepada tokoh Pandawa yang memegang peranan utama dalam cerita Mahabarata tersebut. Dalam karya sastra Ghatotkacasraya punakawan ini berjumlah tiga orang, yakni : Punta, Prasanta  dan Juru-Deh. ; ketiga-tiganya mengabdi kepada Abimanyu, putera Arjuna yang memegang peranan utama dalam cerita. Tidak dapat diketahui secara pasti dari mana Mpu Panuluh memperoleh ilham untuk memasukkan punakawan dalam gubahan karya sastra Ghatotkacasraya yang artinya : bantuan Ghatotkaca. Ada kemungkinan bahwa punakawan ini telah memiliki peranan dalam seni panggung wayang, yang pada waktu itu masih berbentuk seni pertunjukkan lisan, tetapi tidak terdapat bukti-bukti yang nyata.

Suatu kenyataan ialah, bahwa timbulnya unsur punakawan untuk pertama kalinya dalam kesusastraan adalah berkat karya Mpu Panuluh, namun dalam karya sastra tersebut punakawan masih kaku-beku, hanya merupakan embel-embel belaka, tokoh tanpa peranan alias figuran. Mungkin sekali sebabnya adalah Mpu Panuluh terlalu mengutamakan uraian tentang pemandangan alam dan menekankan peranan tokoh-tokoh penting atau central, sehingga lupa memberikan peranan yang berkesan kepada para punakawan ini.

Untuk selanjutnya silahkan menuju atau membaca bagian kedua.

0 komentar:

Posting Komentar

Demi kemajuan blog ini, silahkan berkomentar yang bersifat membangun ...